Sabtu, 08 Februari 2014

PROPOSAL

1.      Latar Belakang Masalah
Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif, menuntut setiap organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar sanggup bertahan dan terus berkembang. Untuk mendukung perubahan organisasi tersebut, maka diperlukan adanya perubahan individu.
Proses menyelaraskan perubahan organisasi dengan perubahan individu ini tidaklah mudah.Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi,sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri.
Maka dari itu, organisasi memerlukan pemimpin reformis yang mampu menjadi motor penggerak yang mendorong perubahan organisasi.  Sampai saat ini, kepemimpinan masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena yang sedikit dipahami.
Fenomena gaya kepemimpinan di Indonesia menjadi sebuah masalah menarik dan berpengaruh besar dalam kehidupan politik dan bernegara. Dalam dunia bisnis, gaya kepemimpinan berpengaruh kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan sangat strategis dan penting dalam sebuah organisasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi. Maka dari itu, tantangan dalam mengembangkan strategi organisasi yang jelas terutama terletak pada organisasi di satu sisi dan tergantung pada kepemimpinan.
Begitu pentingnya peran kepemimpinan dalam sebuah organisasi menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semaki cepat dan perekonomian Indonesia yang kurang stabil, hal ini bisa saja menjadi sumber, kendala organisasi namun bisa juga menjadi sumber keuntungan organisasi.
Seorang pemimpin yang efektif harus tanggap terhadap perubahan,mampu menganalisis kekuatan dan kelemahan sumber daya manusianya sehingga mampu memaksimalkan kinerja organisasi dan memecahkan masalah dengan tepat. Pemimpin yang efektif sanggup mempengaruhi para pengikutnya untuk mempunyai optimisme yang lebih besar, rasa percaya diri, serta komitmen kepada tujuan dan misi organisasi.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pemimpin berkewajiban untuk memberikan perhatian sungguh-sungguh dalam membina, menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi karyawan di lingkungannya agar dapat mewujudkan stabilitas organisasi dan peningkatan produktivitas yang berorientasi pada tujuan organisasi.
Bawahan merasa percaya, kagum, loyal dan hormat terhadap atasannya sehingga bawahan termotivasi untuk berbuat lebih banyak dari pada apa yang biasa dilakukan dan diharapkannya.
Pemimpin harus mampu memberikan wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan dari bawahannya.
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mengakui kekuatan-kekuatan penting yang terkandung dalam individu. Setiap individu memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki tingkat keahlian yang berbeda-beda pula.
Pemimpin harus fleksibel dalam pemahaman segala potensi yang dimiliki oleh individu  dan berbagai permasalahan yang dihadapai individu tersebut. Dengan melakukan pendekatan tersebut, pemimpin dapat menerapkan segala peraturan dan kebijakan organisasi serta melimpahkan tugas dan tanggung jawab dengan tepat. Hal ini sejalan dengan usaha untuk menumbuhkan komitmen organisasi dari diri karyawan. Sehingga pemimpin nantinya dapat meningkatkan kepuasan karyawan terhadap pekerjaannyaserta dapat meningkatkan kinerja karyawan
dengan lebih efektif.
Pada dasarnya karyawan yang puas terhadap pekerjaanya akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pula. Milleret.al.,(1991) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian Gruenberg (1980) diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman kerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan.
Sumber ketidak puasan kerja yang lain adalah sistem imbalanyang dianggap tidak adil menurut persepsi pegawai.Gaji yang diterima oleh setiap karyawan mencerminkan perbedaan tanggung jawab, pengalaman, kecakapan maupun senioritas.
Selain itu, sistem karir yang tidak jelas serta perlakuan yang tidak sama dalam reward maupun punishment juga merupakan sumber ketidak puasan pegawai, Tidak adanya penghargaan atas pengalaman dan keahlian serta jenjang karir dan promosi yang tidak dirancang dengan benar dapat menimbulkan sikap apatis dalam bekerja karena tidak memberikan harapan lebih baik di masa depan.
Komitmen dalam organisasi akan membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi tempat dia bekerja. Van Scooter (2000) menyatakan bahwa pekerja dengan komitmen yang tinggi akan lebih berorientasi pada kerja. Disebutkan pula bahwa pekerja yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan cenderung senang membantu dan dapat bekerja sama.
Komitmen organisasi didefinisikan oleh Luthans (1995) sebagai sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Lebih lanjut sikap loyalitas ini diindikasikan dengan
tiga hal, yaitu: (1) keinginan kuat seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasinya, (2) kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk organisasinya, (3) keyakinan dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Karyawan yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja dan tidak mempunyai keinginan keluar dari perusahaan, maka hal ini merupakan modal dasar untuk mendorong produktifitas yang tinggi. Moncreif (1997) mengungkapkan bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Komitmen organisasi berkaitan dengan sikap seseorang yang berhubungan dengan organisasi tempat mereka bergabung. Sikap ini berkaitan dengan persepsi tujuan organisasi dan keterlibatannya dalam melaksanakan kerja.Apabila komitmen seseorang tinggi maka kinerjanya akan menjadi lebih baik.
Sedangkan kepuasan kerja merupakan sikap dari seseorang berkaitan dengan apa yang diterimanya sebagai akibat pekerjaan yang telah dilakukan. Maka dari itu semakin tinggi komitmen seorang karyawan terhadap organisasinya maka akan semakin tinggi pula kinerjanya dan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai: “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah”
Kita ketahui bahwa permasalahan sumber daya manusia dalam organisasi pada dasarnya merupakan masalah yang rumit karena menyangkut masalah individu. Setiap individu mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda, tidak banyak orang yang mendapatkan kepuasan atas kompensasi dan penghargaan yang mereka harapkan, tidak banyak pula orang yang mempunyai kesempatan mengekspresikan diri dan merasakan kebebasan atas kendali yang dinikmati saat dia bekerja.
Permasalahan-permasalahan individu dalam organisasi seperti itulah yang harus menjadi perhatian dari seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif yaitu pemimpin yang mengakui kekuatan-kekuatan penting yang terkandung dalam individu atau kelompok. Fleksibilitas pemimpin dalam pendekatan terhadap masalah-masalah individu ini nantinya dapat menjadi dasar untuk mengoptimalkan kinerja serta merancang sistem organisasi yang lebih baik.
Untuk mencapai hal tersebut seorang pemimpin harus mampu memaksimalkan potensi setiap karyawannya, menjadi panutan. Adanya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab akan memudahkan tugas pemimpin dalam pengendalian kinerja.
Peran seorang pemimpin adalah menciptakan semangat dan gairah kerja seluruh pegawainya. Pemimpin juga harus bisa menjelaskan visi dan misi organisasi dengan baik dan mengarahkan pegawai-pegawainya kepada tujuan yang jelas. Seorang pemimpin harus bisa menyampaikan tugas dan target dengan jelas, menjadi teladan dan inspirasi, menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, menerima keluhan dan berdiskusi, memberi otonomi dan memotivasi karyawan-karyawannya untuk terus maju.
Dengan demikian pemimpin mampu mencetak karyawan yang kreatif, mencintai pekerjaanya serta loyal terhadap organisasi. Pemimpin seperti ini nantinya juga dapat mengkontrol bagaimana kinerja para pegawainya serta menanggulangi berbagai hambatannya.
Seorang pemimpin harus dapat memahami permasalahan individu, menumbuhkan kepercayaan dari pengikutnya, memberikan wawasan dan mejadi teladan yang akan berpengaruh positif terhadap perilaku kerja karyawan.
Selain itu, komitmen organisasi sekarang ini juga mendapat perhatian lebih karena memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku kerja seperti kinerja, kepuasan kerja, absensi karyawan dan juga turn overkaryawan. Pemimpin harus
mampu memahami kebutuhan setiap karyawannya, memotivasi serta melakukan pemberdayaan secara tepat, sehingga akan sejalan dengan pembentukan komitmen organisasi karyawannya. Dengan adanya gaya kepemimpinan yang tepat dan didukung komitmen organisasi yang kuat dari para karyawan diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
2.        Perumusan Masalah
Untuk memudahkan Penelitian nantinya, dan agar Penelitian memiliki arah yang jelas maka terlebih dahulu di lakukan peruusan masalah. Dengan demikian,  yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Pegawai pada Pada Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah?
2.      Bagaimana gaya kepemimpinan yang ada dan bagaimana kenerja Pegawai Pada Pada Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah?


3.  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan dengan komitmen organisasi sebagai variable intervening pada Pada Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah.  Dengan mengetahui hubungan tersebut, selanjutnya akan dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan baik individu maupun kelompok yang nantinya dapat digunakan oleh pimpinan dalam menerapkan kebijakan dan peraturan, menjaga stabilitas kerja serta meningkatkan produktivitas organisasi.
4.   Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut  :
1.        Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan informasi bagi peneliti selanjutnya atau pun mahasiswa lain yang ingin mendalami studi tentang kepemimpinan dan Kinerja.
2.        Kegunaan akademis, diharapkan dapat menjadi referensi tentang gaya kepemimpin yang baik dan sebagai bahan informasi tentang kepemimpinan pada pemerintahan khususnya Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah.
5.  Kerangka Teori
5.1  Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias”. [1]
Menurut Veitzhal Rivai “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi.”[2]
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu.
Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya “kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain”.[3]


5.2    Teori Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat   diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
1.         Teori Genetis
(Keturunan) Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made”(pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini berpendapatbahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau  determinitis.
2.    Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika.
Parapenganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3.    Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan.[4]
Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.
Selain teori-teori dan “pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.”[5]
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pemimpin mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atausekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan.
Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpindituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan.
Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.

5.3   Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut :
1.      Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
a.  Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
b.  Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
c.  Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
d.  Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;
Ishak Arep, Hendri Tanjung, mengemukakan empat (4) gaya kepemimpinan yang lazim digunakan, antara lain :
1.        Democratic leadership,
Suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral dan kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.
2.        Directorial / Authocratic Leadership,
yakni suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut untuk kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima segala resiko apapun.
3.        Paternalitic Ledership,yakni bentuk gaya kepemimpinan pertama (democratic) dan kedua (dictorial)diatas, yang dapat diibaratkan dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis.
4.        Free Rein Ledership, yakni gaya kempimimpinan yang 100% menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoprasian manajemen sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan mereka.[6]
Menurut Heidjrachman dan Husnan “seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya”.[7]
Menurut Heidjrachman dan Husnan “seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya.”[8]
1.2    Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara bahwa “istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. [9]
Lebih lanjut Mangkunegara menyatakan bahwa pada umumnya “kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok.”[10]
Menurut Mangkunegara “kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan menurut Gibson mendefenisikan“ kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi”.[11]
Berkaitan dengan manajemen kinerja ini, seringkali orang membuat  kesalahan dengan mengira bahwa mengevaluasi kinerja adalah manajemen kinerja. Padahal mengevaluasi kinerja atau memberikan penilaian atas kinerja hanyalah merupakan sebagian saja dari sistem manajemen kinerja.
Dengan demikian manajemen kinerja merupakan sebuah sistem yang memiliki sejumlah bagian, yang keseluruhannya harus diikutsertakan, jika mengharapkan atau menghendaki sistem manajemen kinerja ini dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.


6.  Bentuk Penelitian
6.1  Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan penulis melakukan penelitian di Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah adalah karena letak geografisnya yang terletak tidak jauh dari jalan raya, dapat dijangkau oleh kenderaan umum dan tidak jauh dari tempat domisili penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian yang sesuai data yang dibutuhkan penulis.
6.2   Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan yang penulis teliti sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjalankan informasi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, yang dihubungkan dengan pemecahan masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis
6.3   Informan Penelitian
Dalam menentukan informan penelitian penulis memilih orang-orang  tertentu yang dimana dengan memilih beberapa pegawai di satuan polisi pamong praja yang dapat memberikan data dan informasi yang sesuai dengan masalah yang penulis butuhkan.


Adapun informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang, yang terdiri dari:    
Tabel 3: Informan Penelitian
No
Nama
Jabatan
1
Rahman Sitompul, S.Sos
Camat
2
Risman Napitupulu, SH
Subbag Umum
3
Ramli, SS
Seksi Pemerintahan
4
Fitri Yusra, S.Pd
Sekretaris Camat
5
Mahyar, M.AP
Kepala Tata Usaha
6
Nuraisah Siregar
Kelompok Jabatan Fungsional
7
Gustomi
Seksi Perekonomian
8
Masitoh
Seksi Ketentraman
Sumber:  Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012-2013

6.4   Defenisi Konsep dan Operasional
6.4.1        Defenisi Konsep
Konsep adalah abstraksi yang dibentuk untuk menggeneralisasikan hal-hal yang bersifat khusus. Menurut salah seorang ahli menyatakan bahwa “Kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun alami.”[12]
Agar mendapatkan batasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mendefenisikan konsep sebagai berikut:
1.      Gaya kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya.
2.      Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Gomes (2002) menyatakan kinerja sebagai catatan atas hasil produksi dan sebuah pekerjaan tertentu dalam periode tertentu.
6.4.2        Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah “Suatu batasan yang diberikan kepada satu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel tertentu.”[13] Operasional penelitian ini tentang Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat.
6.5  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah:
6.5.1        Pengumpulan data sekunder (Secondary Data) yaitu: Dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, tulisan, karangan ilmiah maupun informasi-informasi yang ada relevansinya dan sesuai dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui studi pustaka yang membantu menemukan teori-teori yang mendukung penelitian.
6.5.2        Interview (wawancara) adalah tata cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan yang bersifat sepihak. Interview dilakukan secara sistematis atau di dasarkan pada tujuan penelitian. Interview ini lazimnya disebut interview terpimpin, dimana fisik, mental, dan kemampuan telah di persiapkan sebelumnya sehingga memiliki kemahiran dan keterampilan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta mampu menganalisa jawaban informan begitu juga memelihara hubungan baik dengan informan sehingga dapat diperoleh data yang relevan.
6.5.3        Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.
6.6    Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari lapangan berdasarkan wawancara akan digunakan teknik analisa kualitatif dengan tujuan untuk mempermudah penulis dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan penulis dari informan.



DAFTAR PUSTAKA

Arrizal, 2001, Pemimpin Gaya Kepemimpinan Transaksional Mencapai Sukses  Melalui Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal Kajian Bisnis. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha.
Bagong Suyono & Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial, Preanada Media  Group, Jakarta
Gibson, J.L, 1984. Organisasi dan Manajemen: Perilaku,Sruktur, dan Proses. Edisi Keempat. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Handoko, T.H, .1992, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE. Yogyakarta.
Heidrajrahcman dan Husnan Suad, 2000, Manajemen Personalia,  Yogyakarta, BPFE.
Kaihatu, T.S., Rini, W.Astjarjo, 2007, Kepemimpinan Transformasional dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas Kualitas Kehidupan Kerja, Komitmen.Organisasi, dan Perilaku, BPFE. Yogyakarta.
Mangkunegara,A.A. Anwar Prabu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta; Rineka Cipta,
Masri Singarimbun, 2006, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES,
Nafisah, 2005, Durrotun, Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan”, Skripsi Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Rivai, Harif, A, 2001, Pengaruh Kepuasan Gaji,Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap  Intensi Keluar. Tesis,Universitas Gajah Mada Yogyakarta.









[1] Nafisah, Durrotun, Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan”, Skripsi Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, 2005
[2] Rivai, Harif, A, Pengaruh Kepuasan Gaji,Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap  Intensi Keluar. Tesis,Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 2001.
[3] Handoko, T.H, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE. Yogyakarta.1992

[4] Kaihatu, T.S., Rini, W.Astjarjo “Kepemimpinan Transformasional dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas Kualitas Kehidupan Kerja, Komitmen.Organisasi, dan Perilaku, BPFE. Yogyakarta1 2007

[5] Handoko, Op. Cit, hal. 205
[6]Arrizal, Pemimpin Gaya Kepemimpinan Transaksional Mencapai Sukses  Melalui Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal Kajian Bisnis. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha. No. 22 Januari-April, 2001
[7] Heidrajrahcman dan Husnan Suad, Manajemen Personalia,  Yogyakarta, BPFE. 2000.
[8] Ibid, hal. 112
[9] Mangkunegara,A.A. Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta; Rineka Cipta, 2000

[10] Mangkunegara, Ibid, hal. 115
[11]Gibson, J.L, Organisasi dan Manajemen: Perilaku,Sruktur, dan Proses. Edisi Keempat. Jakarta:Penerbit Erlangga. 1984.

[12] Bagong Suyono & Sutinah, Metode Penelitian Sosial, Preanada Media  Group, Jakarta, 2010, ­hal, 49
[13] Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 2006, hal. 46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar