1. Latar
Belakang Masalah
Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan
kompetitif, menuntut setiap organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih
responsif agar sanggup bertahan dan terus berkembang. Untuk mendukung perubahan
organisasi tersebut, maka diperlukan adanya perubahan individu.
Proses
menyelaraskan perubahan organisasi dengan perubahan individu ini tidaklah
mudah.Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi,sehingga perubahan harus
dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri.
Maka dari
itu, organisasi memerlukan pemimpin reformis yang mampu menjadi motor penggerak
yang mendorong perubahan organisasi. Sampai
saat ini, kepemimpinan masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan
diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena yang sedikit
dipahami.
Fenomena
gaya kepemimpinan di Indonesia menjadi sebuah masalah menarik dan berpengaruh
besar dalam kehidupan politik dan bernegara. Dalam dunia bisnis, gaya
kepemimpinan berpengaruh kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan
hidup organisasi. Peran kepemimpinan sangat strategis dan penting dalam sebuah
organisasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam pencapaian misi, visi
dan tujuan suatu organisasi. Maka dari itu, tantangan dalam mengembangkan
strategi organisasi yang jelas terutama terletak pada organisasi di satu sisi
dan tergantung pada kepemimpinan.
Begitu
pentingnya peran kepemimpinan dalam sebuah organisasi menjadi fokus yang
menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang semaki cepat dan perekonomian Indonesia
yang kurang stabil, hal ini bisa saja menjadi sumber, kendala organisasi namun
bisa juga menjadi sumber keuntungan organisasi.
Seorang
pemimpin yang efektif harus tanggap terhadap perubahan,mampu menganalisis
kekuatan dan kelemahan sumber daya manusianya sehingga mampu memaksimalkan
kinerja organisasi dan memecahkan masalah dengan tepat. Pemimpin yang efektif
sanggup mempengaruhi para pengikutnya untuk mempunyai optimisme yang lebih
besar, rasa percaya diri, serta komitmen kepada tujuan dan misi organisasi.
Hal ini
membawa konsekuensi bahwa setiap pemimpin berkewajiban untuk memberikan
perhatian sungguh-sungguh dalam membina, menggerakkan dan mengarahkan seluruh
potensi karyawan di lingkungannya agar dapat mewujudkan stabilitas organisasi
dan peningkatan produktivitas yang berorientasi pada tujuan organisasi.
Bawahan
merasa percaya, kagum, loyal dan hormat terhadap atasannya sehingga bawahan
termotivasi untuk berbuat lebih banyak dari pada apa yang biasa dilakukan dan
diharapkannya.
Pemimpin
harus mampu memberikan wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan
sikap hormat dan kepercayaan dari bawahannya.
Pemimpin
yang efektif adalah pemimpin yang mengakui kekuatan-kekuatan penting yang
terkandung dalam individu. Setiap individu memiliki kebutuhan dan keinginan
yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki tingkat keahlian yang berbeda-beda pula.
Pemimpin
harus fleksibel dalam pemahaman segala potensi yang dimiliki oleh individu dan berbagai permasalahan yang dihadapai individu
tersebut. Dengan melakukan pendekatan tersebut, pemimpin dapat menerapkan
segala peraturan dan kebijakan organisasi serta melimpahkan tugas dan tanggung
jawab dengan tepat. Hal ini sejalan dengan usaha untuk menumbuhkan komitmen
organisasi dari diri karyawan. Sehingga pemimpin nantinya dapat meningkatkan
kepuasan karyawan terhadap pekerjaannyaserta dapat meningkatkan kinerja
karyawan
dengan lebih efektif.
Pada dasarnya
karyawan yang puas terhadap pekerjaanya akan cenderung memiliki kinerja yang
tinggi pula. Milleret.al.,(1991) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai hubungan yang
positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian Gruenberg (1980)
diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman
kerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan
kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis
pekerjaan.
Sumber
ketidak puasan kerja yang lain adalah sistem imbalanyang dianggap tidak adil
menurut persepsi pegawai.Gaji yang diterima oleh setiap karyawan mencerminkan
perbedaan tanggung jawab, pengalaman, kecakapan maupun senioritas.
Selain
itu, sistem karir yang tidak jelas serta perlakuan yang tidak sama dalam reward
maupun punishment juga merupakan sumber ketidak puasan pegawai, Tidak adanya
penghargaan atas pengalaman dan keahlian serta jenjang karir dan promosi yang
tidak dirancang dengan benar dapat menimbulkan sikap apatis dalam bekerja
karena tidak memberikan harapan lebih baik di masa depan.
Komitmen
dalam organisasi akan membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi
tempat dia bekerja. Van Scooter (2000) menyatakan bahwa pekerja dengan komitmen
yang tinggi akan lebih berorientasi pada kerja. Disebutkan pula bahwa pekerja
yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan cenderung senang membantu dan
dapat bekerja sama.
Komitmen
organisasi didefinisikan oleh Luthans (1995) sebagai sikap yang menunjukkan loyalitas
karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota
organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan
organisasinya. Lebih lanjut sikap loyalitas ini diindikasikan dengan
tiga hal, yaitu: (1) keinginan kuat
seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasinya, (2) kemauan untuk
mengerahkan usahanya untuk organisasinya, (3) keyakinan dan penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Karyawan
yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja dan tidak mempunyai keinginan keluar
dari perusahaan, maka hal ini merupakan modal dasar untuk mendorong
produktifitas yang tinggi. Moncreif (1997) mengungkapkan bahwa komitmen
karyawan terhadap organisasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan.
Komitmen
organisasi berkaitan dengan sikap seseorang yang berhubungan dengan organisasi
tempat mereka bergabung. Sikap ini berkaitan dengan persepsi tujuan organisasi
dan keterlibatannya dalam melaksanakan kerja.Apabila komitmen seseorang tinggi
maka kinerjanya akan menjadi lebih baik.
Sedangkan
kepuasan kerja merupakan sikap dari seseorang berkaitan dengan apa yang
diterimanya sebagai akibat pekerjaan yang telah dilakukan. Maka dari itu
semakin tinggi komitmen seorang karyawan terhadap organisasinya maka akan
semakin tinggi pula kinerjanya dan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai: “Pengaruh
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat Sibabangun Kabupaten
Tapanuli Tengah”
Kita
ketahui bahwa permasalahan sumber daya manusia dalam organisasi pada dasarnya
merupakan masalah yang rumit karena menyangkut masalah individu. Setiap
individu mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda, tidak banyak
orang yang mendapatkan kepuasan atas kompensasi dan penghargaan yang mereka
harapkan, tidak banyak pula orang yang mempunyai kesempatan mengekspresikan
diri dan merasakan kebebasan atas kendali yang dinikmati saat dia bekerja.
Permasalahan-permasalahan
individu dalam organisasi seperti itulah yang harus menjadi perhatian dari
seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif yaitu pemimpin yang mengakui
kekuatan-kekuatan penting yang terkandung dalam individu atau kelompok.
Fleksibilitas pemimpin dalam pendekatan terhadap masalah-masalah individu ini
nantinya dapat menjadi dasar untuk mengoptimalkan kinerja serta merancang
sistem organisasi yang lebih baik.
Untuk
mencapai hal tersebut seorang pemimpin harus mampu memaksimalkan potensi setiap
karyawannya, menjadi panutan. Adanya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
akan memudahkan tugas pemimpin dalam pengendalian kinerja.
Peran
seorang pemimpin adalah menciptakan semangat dan gairah kerja seluruh
pegawainya. Pemimpin juga harus bisa menjelaskan visi dan misi organisasi
dengan baik dan mengarahkan pegawai-pegawainya kepada tujuan yang jelas.
Seorang pemimpin harus bisa menyampaikan tugas dan target dengan jelas, menjadi
teladan dan inspirasi, menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, menerima
keluhan dan berdiskusi, memberi otonomi dan memotivasi karyawan-karyawannya
untuk terus maju.
Dengan
demikian pemimpin mampu mencetak karyawan yang kreatif, mencintai pekerjaanya
serta loyal terhadap organisasi. Pemimpin seperti ini nantinya juga dapat
mengkontrol bagaimana kinerja para pegawainya serta menanggulangi berbagai
hambatannya.
Seorang
pemimpin harus dapat memahami permasalahan individu, menumbuhkan kepercayaan
dari pengikutnya, memberikan wawasan dan mejadi teladan yang akan berpengaruh
positif terhadap perilaku kerja karyawan.
Selain itu,
komitmen organisasi sekarang ini juga mendapat perhatian lebih karena memiliki
dampak yang signifikan terhadap perilaku kerja seperti kinerja, kepuasan kerja,
absensi karyawan dan juga turn overkaryawan. Pemimpin harus
mampu memahami kebutuhan setiap karyawannya,
memotivasi serta melakukan pemberdayaan secara tepat, sehingga akan sejalan
dengan pembentukan komitmen organisasi karyawannya. Dengan adanya gaya
kepemimpinan yang tepat dan didukung komitmen organisasi yang kuat dari para
karyawan diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan
kinerja karyawan.
2.
Perumusan Masalah
Untuk memudahkan Penelitian nantinya, dan agar Penelitian
memiliki arah yang jelas maka terlebih dahulu di lakukan peruusan masalah. Dengan
demikian, yang menjadi rumusan masalah
pada penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Pegawai pada Pada Kantor Camat
Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah?
2. Bagaimana gaya kepemimpinan yang ada
dan bagaimana kenerja Pegawai Pada Pada Kantor Camat Sibabangun Kabupaten
Tapanuli Tengah?
3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan dengan
komitmen organisasi sebagai variable intervening pada Pada Kantor Camat
Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah. Dengan
mengetahui hubungan tersebut, selanjutnya akan dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan
baik individu maupun kelompok yang nantinya dapat digunakan oleh pimpinan dalam
menerapkan kebijakan dan peraturan, menjaga stabilitas kerja serta meningkatkan
produktivitas organisasi.
4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Kegunaan
praktis, diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan informasi bagi peneliti
selanjutnya atau pun mahasiswa lain yang ingin mendalami studi tentang
kepemimpinan dan Kinerja.
2.
Kegunaan
akademis, diharapkan dapat menjadi referensi tentang gaya kepemimpin yang baik
dan sebagai bahan informasi tentang kepemimpinan pada pemerintahan khususnya Kantor
Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah.
5. Kerangka Teori
5.1
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan
memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan
dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri
manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin.
Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara
mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan persepsi
mengenai pengaruh yang sah. “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias”. [1]
Menurut
Veitzhal Rivai “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh
kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.”[2]
Gaya
kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Gaya
kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.
Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan
tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu.
Pendapat
lain menyebutkan bahwa gaya “kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata
dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain”.[3]
5.2
Teori Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan
melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
1.
Teori Genetis
(Keturunan) Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are
born and not made”(pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat).
Para penganut aliran teori ini berpendapatbahwa seorang pemimpin akan menjadi
pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan
yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi
pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai
takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
2.
Teori Sosial
Jika
teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori
inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah
bahwa “leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik dan
bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika.
Parapenganut
teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa
menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3.
Teori Ekologis
Kedua
teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai
reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang
disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan
berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan.[4]
Bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman
yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan
segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan
teori yang paling mendekati kebenaran.
Selain teori-teori dan “pendapat-pendapat yang menyatakan
tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, bahwa gaya kepemimpinan pada
dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri,
bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.”[5]
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pemimpin mempunyai
kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin mempunyai keterampilan yang
berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atausekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu
perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau
tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan.
Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang
sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada
para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpindituntut untuk memilih
bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang
pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar
dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu
situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya
tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya
telah berlainan.
Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang
saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan
kepemimpinan itu sendiri.
5.3 Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut
berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut :
1. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut:
a. Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi; menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
c. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
d. Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;
Ishak Arep, Hendri Tanjung, mengemukakan empat (4) gaya
kepemimpinan yang lazim digunakan, antara lain :
1.
Democratic leadership,
Suatu
gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral
dan kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.
2.
Directorial / Authocratic
Leadership,
yakni
suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk
memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut untuk kepentingan
pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima segala resiko apapun.
3.
Paternalitic Ledership,yakni bentuk
gaya kepemimpinan pertama (democratic) dan kedua (dictorial)diatas, yang dapat
diibaratkan dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis.
4.
Free Rein Ledership, yakni gaya
kempimimpinan yang 100% menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoprasian
manajemen sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada
ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan mereka.[6]
Menurut Heidjrachman dan Husnan “seorang pemimpin harus memiliki
sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu
lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan
atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana
keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya”.[7]
Menurut Heidjrachman dan Husnan “seorang pemimpin harus
memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan dari
suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan memahami
keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para bawahannya,
bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya, dan juga
tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Maka dari itu dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan
digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya.”[8]
1.2
Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja
(performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara bahwa “istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. [9]
Lebih lanjut Mangkunegara menyatakan bahwa pada umumnya “kinerja
dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja
individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi
adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok.”[10]
Menurut Mangkunegara “kinerja atau prestasi kerja adalah
hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Sedangkan menurut Gibson mendefenisikan“ kinerja karyawan merupakan suatu
ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan
tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan
relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi”.[11]
Berkaitan dengan manajemen kinerja ini, seringkali orang
membuat kesalahan dengan mengira bahwa
mengevaluasi kinerja adalah manajemen kinerja. Padahal mengevaluasi kinerja
atau memberikan penilaian atas kinerja hanyalah merupakan sebagian saja dari
sistem manajemen kinerja.
Dengan demikian manajemen kinerja merupakan sebuah sistem
yang memiliki sejumlah bagian, yang keseluruhannya harus diikutsertakan, jika
mengharapkan atau menghendaki sistem manajemen kinerja ini dapat memberikan
nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.
6. Bentuk Penelitian
6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor
Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan
penulis melakukan penelitian di Kantor
Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah adalah
karena letak geografisnya yang terletak tidak jauh dari jalan raya, dapat dijangkau oleh kenderaan umum dan tidak jauh dari
tempat domisili penulis sehingga penulis dapat melakukan
penelitian yang sesuai data yang dibutuhkan penulis.
6.2
Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan yang penulis
teliti sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjalankan informasi sewajarnya
dalam kehidupan suatu objek, yang dihubungkan dengan pemecahan masalah baik
dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
6.3 Informan Penelitian
Dalam
menentukan informan penelitian penulis memilih orang-orang tertentu yang dimana dengan memilih beberapa
pegawai di satuan polisi pamong praja yang dapat memberikan data dan informasi
yang sesuai dengan masalah yang penulis butuhkan.
Adapun informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang, yang terdiri dari:
Tabel
3: Informan Penelitian
No
|
Nama
|
Jabatan
|
1
|
Rahman Sitompul, S.Sos
|
Camat
|
2
|
Risman Napitupulu, SH
|
Subbag Umum
|
3
|
Ramli, SS
|
Seksi Pemerintahan
|
4
|
Fitri Yusra, S.Pd
|
Sekretaris Camat
|
5
|
Mahyar, M.AP
|
Kepala Tata Usaha
|
6
|
Nuraisah Siregar
|
Kelompok Jabatan Fungsional
|
7
|
Gustomi
|
Seksi Perekonomian
|
8
|
Masitoh
|
Seksi Ketentraman
|
Sumber: Kantor Camat Sibabangun Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012-2013
6.4 Defenisi Konsep dan Operasional
6.4.1
Defenisi Konsep
Konsep adalah abstraksi yang dibentuk untuk menggeneralisasikan hal-hal
yang bersifat khusus. Menurut salah seorang ahli menyatakan bahwa “Kerangka
konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena
sosial ataupun alami.”[12]
Agar mendapatkan batasan yang jelas
dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mendefenisikan konsep sebagai
berikut:
1.
Gaya
kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan oleh para pegawainya.
2.
Kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Gomes (2002) menyatakan kinerja sebagai catatan atas
hasil produksi dan sebuah pekerjaan tertentu dalam periode tertentu.
6.4.2
Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah “Suatu batasan yang diberikan
kepada satu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan
suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel
tertentu.”[13]
Operasional
penelitian ini tentang
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat.
6.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah:
6.5.1
Pengumpulan data sekunder (Secondary Data) yaitu: Dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, tulisan, karangan
ilmiah maupun informasi-informasi yang ada relevansinya dan sesuai dengan
masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui studi pustaka yang membantu
menemukan teori-teori yang mendukung penelitian.
6.5.2
Interview
(wawancara) adalah tata cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab
secara langsung dengan informan yang bersifat sepihak. Interview dilakukan
secara sistematis atau di dasarkan pada tujuan penelitian. Interview ini
lazimnya disebut interview terpimpin, dimana fisik, mental, dan kemampuan telah
di persiapkan sebelumnya sehingga memiliki kemahiran dan keterampilan dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta mampu menganalisa jawaban informan
begitu juga memelihara hubungan baik dengan informan sehingga dapat diperoleh
data yang relevan.
6.5.3
Observasi
adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan
pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.
6.6
Teknik
Analisa Data
Untuk menganalisa data-data yang
diperoleh dari lapangan berdasarkan wawancara akan digunakan teknik analisa
kualitatif dengan tujuan untuk mempermudah penulis dalam mendapatkan informasi
yang dibutuhkan penulis dari informan.
DAFTAR PUSTAKA
Arrizal, 2001, Pemimpin Gaya Kepemimpinan Transaksional Mencapai Sukses Melalui Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jurnal Kajian Bisnis. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha.
Bagong
Suyono & Sutinah, 2010, Metode
Penelitian Sosial, Preanada Media
Group, Jakarta
Gibson, J.L, 1984. Organisasi dan Manajemen: Perilaku,Sruktur,
dan Proses. Edisi Keempat. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Handoko, T.H, .1992, Manajemen Personalia
dan Sumber Daya Manusia, BPFE. Yogyakarta.
Heidrajrahcman dan Husnan Suad,
2000, Manajemen Personalia, Yogyakarta, BPFE.
Kaihatu, T.S., Rini, W.Astjarjo,
2007, Kepemimpinan Transformasional dan
Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas Kualitas Kehidupan Kerja,
Komitmen.Organisasi, dan Perilaku, BPFE.
Yogyakarta.
Mangkunegara,A.A. Anwar Prabu, 2000,
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta; Rineka Cipta,
Masri
Singarimbun, 2006, Metode Penelitian
Survei, Jakarta, LP3ES,
Nafisah, 2005, Durrotun, Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap
Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan”, Skripsi
Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Rivai, Harif, A, 2001, Pengaruh Kepuasan
Gaji,Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap Intensi Keluar. Tesis,Universitas Gajah
Mada Yogyakarta.
[1] Nafisah, Durrotun, Analisis
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan
Kinerja Karyawan”, Skripsi Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro, 2005
[2] Rivai,
Harif, A, Pengaruh Kepuasan Gaji,Kepuasan
Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap
Intensi Keluar. Tesis,Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 2001.
[4] Kaihatu, T.S., Rini, W.Astjarjo “Kepemimpinan Transformasional dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas
Kualitas Kehidupan Kerja, Komitmen.Organisasi, dan Perilaku, BPFE. Yogyakarta1 2007
[6]Arrizal,
Pemimpin Gaya Kepemimpinan Transaksional
Mencapai Sukses Melalui Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jurnal Kajian Bisnis. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya
Wiwaha. No. 22 Januari-April, 2001
[8] Ibid, hal. 112
[11]Gibson, J.L, Organisasi
dan Manajemen: Perilaku,Sruktur, dan Proses. Edisi Keempat.
Jakarta:Penerbit Erlangga. 1984.
[12] Bagong Suyono & Sutinah, Metode Penelitian Sosial, Preanada
Media Group, Jakarta, 2010, hal, 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar