Sabtu, 08 Februari 2014

SKRIPSI REVISI



BAB I
PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang Masalah
Membaca salah satu cara untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi akan berhasil bila bangsa kita mampu membaca dan menulis. Oleh karena itu profesionalisasi kemampuan baca tulis berbahasa Indonesia perlu dioptimalkan agar siswa lebih berwawasan dan memiliki banyak pengetahuan.
Pentingnya keterampilan membaca ini dikarenakan sifatnya yang reseptif (menyerap informasi ilmu pengetahuan). Keterampilan membaca pada dasarnya memiliki kesamaan dengan keterampilan menyimak yakni sama-sama keterampilan reseptif. Namun, keterampilan membaca jauh lebih unggul dibandingkan keterampilan menyimak. Hal ini terlihat pada informasi dan ilmu pengetahuan yang pada umumnya selalu didokumentasikan dalam bentuk bacaan.
Membaca merupakan kegiatan menafsirkan bahwa informasi-informasi yang diperoleh dari aktifitas membaca tersebut dapat memperluas wawasan dan cakrawala berpikir bagi mereka yang melakukan kegiatan membaca. Kegiatan membaca juga harus memiliki tehnik untuk mencapai kemampuan membaca itu sendiri. Tehnik membaca kritis merupakan membaca yang efektif bagi siswa. Hal ini dikarenakan membaca kritis merupakan membaca yang dilakukan secara mendalam, bijaksana, penuh tenggang hati, evaluatif, analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan.
Apabila pembelajaran membaca kurang dipahami siswa maka tidak dipungkiri nilai yang akan diperoleh siswa tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Fakta yang lebih jelas lagi dapat kita lihat pada hasil belajar siswa pada pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada aspek membaca yang dikategorikan kurang memuaskan. Dalam DKN bidang studi Bahasa Indonesia pada siswa Kelas X SMK Negeri I Padangsidimpuan semester II Tahun Pelajaran 2010/ 2011 yang memperoleh nilai rata-rata 65 sedangkan hasil yang diharapkan adalah 70[1] dimana nilai tersebut dikategorikan kriteria cukup.
Merujuk pada rendahnya nilai siswa dalam membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: kurangnya mengenali huruf, kesulitan vocal, kurang memahami makna leksikal, kurang memahami makna gramatikal dalam kalimat, kesulitan dalam menemukan ide pokok, situasi membaca yang kurang menyenangkan, kurang termotivasinya siswa dalam membaca, kurang bermutunya buku-buku bacaan, dan lain-lain.
Kurang mampunya siswa memahami makna gramatikal merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam membaca kritis. Dikatakan faktor dominan karena pada saat membaca banyak kata yang terjadi karena proses gramatikalisasi yakni proses afikasasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Oleh karena itu, bagi siswa yang dapat menguasai makna gramatikal dengan baik akan mudah melakukan kegiatan membaca kritis dengan baik.
Perlu diketahui bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa pada saat membaca harus diatasi oleh guru dengan bijak, karena kesulitan tersebut dapat mengakibatkan turunnya kualitas siswa dalam belajar, kurang pahamnya siswa dalam melakukan kegiatan membaca serta kesulitan memahami makna dalam bacaan. Guru juga harus berupaya untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bacaan yang dibacanya, memberikan pengenalan yang mendasar dan pemahaman yang mendalam tentang makna serta memberikan pemahaman tentang membaca kritis dengan baik.
Pentingnya peranan penguasaan makna gramatikal dalam membaca kritis mendorong penulis melakukan penelitian terhadap masalah di atas, dengan judul Hubungan Penguasaan Makna Gramatikal dengan Kemampuan Siswa Membaca Kritis di Kelas X SMK Negeri I Padangsidimpuan.

B.       Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa membaca kritis. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi pembaca yang datangnya dari dalam diri pembaca, seperti: kurangnya siswa dalam mengenali huruf, kebiasaan membaca kata demi kata, kesulitan dalam menggunakan vokal, kesulitan menganalisis strukstur kata, tidak memahami makna leksikal dan gramatikal kata dalam kalimat, tidak mengenali ide pokok dan penjelasan, serta kesulitan menarik inferensi dalam bacaan. Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang datang dari luar diri pembaca. Faktor ini antara lain: suasana yang kurang mendukung, tidak bermutunya buku-buku bacaan, kurangnya motivasi membaca dari orang-orang terdekat, kurang lengkapnya buku-buku bacaan, dan lain-lain.





C.      Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa membaca kritis. Maka penulis perlu membuat batasan masalah dalam penelitian ini, mengingat karena keterbatasan biaya, waktu, serta agar tidak terjadi kesimpang siuran terhadap masalah yang diteliti sehingga tujuan yang ditetapkan terarah.
Dalam penelitian ini penulis hanya mengkaji satu faktor saja, yaitu tentang penguasaan makna gramatikal dengan kemampuan siswa membaca kritis. Penguasaan makna gramatikal membahas tentang makna kata yang terjadi karena proses afiksasi, proses reduplikasi dan proses komposisi, sedangkan kemampuan siswa membaca kritis membahas tentang langkah-langkah yang digunakan pada saat membaca yakni mengingat dan mengenali, menginterpretasi makna tersirat, mengaplikasikan konsep-konsep dalam bacaan, menganalisis isi bacaan, membuat sintesis dan menilai bacaan.

D.        Perumusan Masalah
            Sesuai dengan penjelasan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.  Bagaimanakah gambaran penguasaan makna gramatikal siswa Kelas X SMK      Negeri 1 Padangsidimpuan?
2.  Bagaimanakah gambaran kemampuan membaca kritis siswa Kelas X SMK Negeri 1 Padangsidimpuan?
3.  Apakah ada hubungan yang signifikan antara penguasaan makna gramatikal dengan kemampuan siswa membaca kritis Kelas X SMK Negeri 1 Padangsidimpuan Tahun Pelajaran 2010/ 2011?

E.   Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
                Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah yang dikemukakan antara lain:
1.      Untuk mengetahui penguasaan makna gramatikal siswa Kelas X SMK Negeri 1 Padangsidimpuan Tahun Pelajaran 2010/ 2011.
2.      Untuk mengetahui kemampuan membaca kritis siswa Kelas X SMK Negeri 1 Padangsidimpuan Tahun Pelajaran 2010/ 2011.
3.      Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara penguasaan makna gramatikal dengan kemampuan membaca kritis siswa Kelas X SMK Negeri 1 Padangsidimpuan Tahun Pelajaran 2010/ 2011.

2. Kegunaan Penelitian
                Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:
a.       Sebagai bahan masukan  atau sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah serta pihak-pihak yang terkait dalam bidang pendidikan bahwa penguasaan makna gramatikal sangat penting untuk memperlancar proses pemahaman pembaca.
b.      Sebagai bahan masukan bagi guru didalam membimbing dan mendorong siswa untuk membaca.
c.       Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya mengenai penguasaan makna gramatikal dalam pemahaman siswa membaca kritis dan menambah khsanah keilmuan serta dapat menjadi referensi perpustakaan.
BAB II
LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS




A.    Deskripsi Teoretik
1. Hakekat Kemampuan Membaca Kritis
Membaca merupakan satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf-huruf menurut alfabet latin. Membaca juga merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus. Dengan aktivitas membaca seseorang dapat memperoleh berbagai informasi yang berguna bagi kehidupannya. Aktivitas membaca berkaitan dengan pembaca dan bahan bacaan, sehingga dapat mencakup makna proses membaca sebagai kegiatan mempersepsi simbol-simbol tulis. Membaca sebagai aktivitas mengolah makna yang terkandung dalam bahan bacaan, kreativitas membaca, sampai pada aktivitas membaca kritis.
Menurut Anderson dalam Aleka “Membaca merupakan suatu proses untuk memahami sesuatu yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis.”[2] Adapun menurut Finochiaro dan Bonomo dalam Ermanto mengatakan bahwa, “Membaca merupakan memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam bahan tertulis dan harus mampu memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya.”[3] Sementara itu, H.G. Tarigan juga berpendapat bahwa:
“Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan  yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata dan bahasa tulis yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui dengan tujuan pesan tersurat dan tersiratnya dapat dipahami.”[4]

Sejalan dengan itu, D.P. Tampubolon juga berpendapat bahwa:
“Membaca pada hakikatnya adalah proses berpikir, dalam proses membaca terlihat aspek berpikir seperti mengingat, memahami, membedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan dan pada akhirnya menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan. Untuk itulah dalam membaca diperlukan potensi yang berupa kemampuan intelektual yang tinggi.”[5]

Goodman dalam Ermanto juga mengatakan bahwa, “Membaca merupakan proses pengelolaan informasi grafonik, informasi gramatik, dan informasi semantik.”[6] Kegiatan menghubungkan lambang-lambang grafis dengan bunyi-bunyi bahasa disebut pengelolaan informasi grafonik. Pengelolaan informasi yang berkenaan dengan struktur gramatikal bahasa disebut pengelolaan informasi gramatik. Pengelolaan informasi secara semantik adalah pengelolaan aspek makna dan simbol gramatik dan grafonik. Carrol dalam Harras juga mempertegas bahwa, “Membaca merupakan proses interaksi antara latar belakang pengalaman kejiwaan pembaca dan informasi leksikal serta gramatikal yang terkandung dalam simbol-simbol grafis dalam upaya memperoleh pesan penulis.”[7]
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa membaca merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi dari bahan tertulis berupa teks atau wacana melalui suatu interaksi antara pembaca dan penulis yang akan melahirkan pemahaman pembaca terhadap ide atau gagasan penulis serta proses memahami pesan tertulis yang menggunakan bahasa tertentu yang disampaikan oleh penulis kepada pembacanya.
Kegiatan membaca hendaknya mempunyai tujuan karena seseorang  yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan.
Paul S. Anderson dalam D.P. Tampubolon  menyatakan tujuan membaca secara rinci sebagai berikut ini.
“1. Membaca untuk memperoleh fakta atau perincian-perincian (reading for details and facts), yaitu membaca untuk mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan tokoh, apa yang telah diperbuat oleh tokoh, apa yang terjadi pada tokoh, dan lain-lain.
2.      Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas), yaitu membaca untuk mengetahui masalah, apa yang dialami tokoh dan merangkum hal-hal yang dilakukan tokoh untuk mencapai tujuannya.
3.      Membaca untuk mengetahui atau organisasi cerita (reading for sequen or organization), yaitu membaca untuk mengetahui setiap bagian cerita.
4.      Membaca untuk menyimpulkan (reading for inference), yaitu membaca untuk mengetahui mengapa tokoh berbuat demikian, apa yang dimaksud pengarang dengan cerita atau bacaan itu, mengapa terjadi perubahan pada tokoh.
5.      Membaca untuk mengelompokkan (reading for classify) yaitu membaca untuk menemukan dan mengetahui hal-hal yang tidak biasa, apa yang lucu dalam cerita atau bacaan, apakah cerita itu benar atau tidak.
6.      Membaca untuk menilai (reading for evaluate), yaitu membaca untuk mengetahui apakah berhasil, apakah baik kita berbuat seperti tokoh.
7.      Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading for compare or contest), yaitu membaca mengetahui bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidup berbeda dari kebiasaan hidup yang kita kenal, bagaimana dua buah cerita mempunyai kesamaan.”[8]

Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca merupakan hal yang harus diperoleh siswa yakni menemukan fakta, ide utama, serta mampu mengorganisasikan cerita sebelum menilai bacaan itu.
Pembaca yang baik tidak menikmati begitu saja bacaannya, akan tetapi ia akan berusaha mengutip inti sarinya dengan hemat sehingga tujuan membaca bisa dimiliki pembaca dengan baik. Adapun Anderson dalam Tarigan menyatakan bahwa tujuan membaca adalah sebagai berikut ini.
“ 1.Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta, yakni seorang pembaca berusaha menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh, apa-apa yang telah dibuat sang tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang khusus.
2.  Membaca untuk memperoleh ide-ide utama, yakni pembaca berusaha untuk mengetahui mengapa hal tersebut menjadi topic yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya.
3.  Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita yakni, pembaca berusaha untuk menemukan dan mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula hingga akhir yang setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian.
4.  Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi, yakni pembaca berusaha menemukan dan mengetahui mengapa para tokoh diberikan karakter yang telah ditentukan dan apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada pembaca. Mengapa tokoh berubah, dan mengapa kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasila atau gagal.
5.  Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan, yakni pembaca harus menemukan dan mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar.
6.  Membaca  untuk menilai dan mengevaluasi, yakni pembaca berusaha menemukan apakah sang tokoh berhasila atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti sang tokoh bekerja dalam cerita itu.
7.  Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan, yakni, pembaca berusaha menemukan bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. ”[9]

Berdasarkan tujuan membaca yang telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan membaca merupakan hal-hal yang harus dituju oleh pembaca untuk bisa memahami keseluruhan isi bacaan. Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Keterampilan dalam membaca diawali dari tingkat yang lebih mudah dan hanya wajib untuk mengenali huruf, ejaan, bunyi, dan unsur linguistik lainnya. Setelah pemabaca mampu menguasai keterampilan yang lebih ringan, maka wajib bagi pemabaca untuk melakukan kegiatan membaca yang sifatnya lebih memahami yakni memahami makna leksikal, memahami makna gramatikal,dan membaca dengan mengikuti aturan-aturan yang baik dalam membaca. Ermanto berpendapat:
 “Secara garis besar terdapat dua aspek penting dalam membaca yakni; pertama, keterampilan yang bersifat mekanis yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah, dimana pembaca wajib mengenal huruf, unsur-unsur linguistik, hubungan pola ejaan dan bunyi, dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Kedua, katerampilan yang bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi dimana pembaca sudah harus memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), sudah memahami signifikansi atau makna, dapat mengevaluasi, dan kecepatan membaca lebih fleksibel dan disesuaikan dengan keadaan.”[10]

            Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa membaca membutuhkan keterampilan untuk memahami unsur-unsur linguistik, pola ejaan dan bunyi yang dilanjutkan dengan pemahaman yang mendalam tentang penguasaan makna.

BELUM SELESAI





Membaca kritis dipandang sebagai salah satu jenis membaca tersendiri. Pada beberapa tulisan yang mengulas tentang membaca, pembahasan tentang membaca kritis mendapat bagian tersendiri pula. Membaca kritis merupakan kegiatan membaca yang dilakukan dengan analisis yang akurat yang bukan hanya menganalisis isi buku tetapi juga membahas maksud tersirat dan tersurat dari si pengarang. Untuk memahami pengertian membaca kritis, dapat dikemukakan pendapat para ahli yang bisa dijadikan acuan.
          Menurut Kisyani Laksono, “Membaca Kritis merupakan mengevaluasi materi tertulis, yakni membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, kesesuaian, dan garis waktu.”[11] Pembaca kritis harus menjadi pembaca yang aktif, bertanya, meneliti fakta-fakta dan menggantungkan penilaian atau keputusan sampai ia mempertimbangkan semua materi. Sejalan dengan pendapat tersebut Prastiti juga mengatakan bahwa, “Membaca kritis merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan kriteria yang relevan dalam mengevaluasi materi.”[12] Ini merupakan penilaian tentang kejujuran, kebenaran, dan nilai apa yang dibaca berdasarkan pada kriteria atau standar yang dikembangkan melalui pengalaman terdahulu.
Leo dalam Prastiti juga mengemukakan pendapatnya yang menekankan pada keaktifan berpikir pembaca ketika membaca. Ia menyatakan bahwa, “Membaca kritis merupakan kegiatan membaca yang sifatnya evaluatif dan interpetatif, yang memusatkan perhatian pada pertanyaan, mengapa dan bagaimana.”[13] Pembaca kritis adalah pembaca yang berpikir, pembaca yang tajam perhatian. Pembaca kritis pada umumnya mempunyai tujuan membaca yang jelas, tertarik kepada apa yang mereka baca, untuk menjawab pertanyaanya sendiri.
A.Chaedar Alwasilah mengemukakan pendapatnya bahwa, “Membaca kritis merupakan membaca dengan suatu kesadaran tentang persamaan dan perbedaan antara apa yang telah diketahui oleh pembaca dan apa yang dilihat di dalam teks ketika sedang membaca”[14] Pada saat membaca, pembaca membandingkan pengalaman awal dengan unsur-unsur dalam materi bacaan, seperti isi, gaya, ekspresi, informasi, ide-ide, pendapat atau nilai-nilai dari pengarang serta melibatkan berpikir analitis untuk tujuan evaluasi tentang yang dibaca.
Membaca kritis sebagai kegiatan membaca yang dilakukan bukan hanya mengetahui dan memahami yang dikemukakan penulis, melainkan sampai kepada pertanyaan mengapa hal itu dikemukakan, atau mungkin sampai kepada pertanyaan bagaimanakah hal itu sampai terjadi, baik latar belakang sebelumnya maupun akibat setelahnya. H.G. Tarigan juga menjelaskan “Membaca kritis merupakan sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan.”[15] Bijaksana adalah cermat dalam membaca wacana, mendalam adalah meresap, terperinci, dan paham benar-benar dalam memahami wacana, evaluatif adalah proses, cara, perbuatan yang berhubungan dengan penilaian terhadap wacana, analitis adalah proses, cara, perbuatan untuk mencari kesimpulan terhadap wacana. Kegiatan membaca kritis merupakan tindak lanjut dari membaca pemahaman. Tanpa daya pemahaman yang baik kegiatan membaca kritis kurang berhasil. Pada akhirnya, hal tersebut akan menjerumuskan pembaca pada spekulasi-spekulasi dan evaluasi yang kurang bijaksana.
Nurhadi mendefenisikan bahwa, “Kemampuan membaca kritis merupakan kemampuan pembaca mengolah bahasa bacaan secara kritis untuk menemukan keseluruhan makna bahasa bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersiratnya, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, menyinestesis, dan menilai.”[16] Membaca kritis mampu memperoleh pengertian yang lebih mudah untuk mengingat materi bacaannya terlebih pembaca bisa menguasai makna gramatikal serta mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri untuk mengemukakan pendapat sebaik-baiknya. Pembaca akan dapat pula mencamkan lebih lama apa yang dibacanya dan akan mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri yang lebih mantap daripada membaca tanpa usaha berpikir secara kritis dalam membaca kritis.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa membaca kritis merupakan keterampilan pembaca dalam memahami isi bacaan dengan mengolah bacaan secara kritis, evaluatif dan analitis.
Pada hakikatnya, hanya pemikir kritislah yang mampu membaca secara kritis. Berpikir kritis merupakan pola pikir yang dilakukan dengan analisa yang mendalam dan sistematis. Pada saat membaca kritis akan terjadi pola berpikir kritis yang diterapkan pada bacaan, yang pada akhirnya akan mengembangkan kebiasaan berpikir kritis. David H.Russel dalam buku Pramila Ahuja mendefenisikan bahwa, “Berpikir kritis merupakan sikap senantiasa mempertanyakan segala sesuatunya dan menangguhkan penilaian, penyelidikan logis, dan evaluasi dalam batas-batas suatu standar.”[17]
Syamsuddin dan Vis Maia juga mengemukakan bahwa, “Seseorang yang memiliki sikap kritis akan merasa tidak puas dengan jawaban tunggal dan akan selalu berusaha mencari hal-hal yang ada dibelakang gejala, bahkan yang ada dibelakang fakta yang dihadapinya.”[18] Sikap ingin tahu, menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar dan karena motivasi itu, timbullah sikap kritis. Seseorang pemikir kritis tidak akan lekas percaya karena memiliki sikap ingin tahu itu dan ingin mencari informasi sebanyak mungkin sebelum menentukan pendapat untuk dikemukakan. Juga tidak gegabah dalam mengucapkan atau menulis sesuatu pernyataan umum.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembaca kritis merupakan pembaca yang cermat, dan senantiasa mengumpulkan pertanyaan dengan metode analitis yang logis tanpa tergesa-gesa menyimpulkannya.
Pembaca kritis yang memiliki pola pikir kritis akan memiliki karakteristik yang kuat untuk menemukan kesimpulan yang diinginkannya. Brookfield dalam buku A.Chaedar Alwasilah menyebut lima karakteristik berpikir kritis, yakni:
“1. Berpikir kritis itu sebuah kegiatan produktif dan positif.  Pemikir kritis adalah inovator yang percaya diri dengan potensi yang dimilikinya untuk mengubah lingkungannya.
 2. Berpikir kritis adalah sebuah proses bukannya sebuah hasil. Pemikir kritis senantiasa skeptis dan selalu tidak puas dengan hasil yang dicapai.
 3. Manifestasi berpikir kritis bervariasi sesuai konteksnya. Bagi beberapa orang bukti-buktinya tidak nampak, kurang nampak, atau nampak sekali seperti dalam karya tulis, lukisan, dan pembicaraannya.
 4. Berpikir Kritis dipicu oleh kejadian-kejadian positif atau negatif. Kebahagiaan, kepuasan, jatuh cinta dapat membuat seseorang semakin kritis dan kreatif.
 5. Berpikir kritis bersifat emotif juga rasional. Sering disebut bahwa berpikir kreatif adalah persoalan kognitif, namun pada kenyataannya banyak orang yang memiliki firasat emotif untuk mengambil sebuah keputusan.”[19]

Dapat disimpulkan, orang yang berpikir kritis dalam membaca kritis akan berusaha mencari materi-materi relevan, mengevaluasi data, mengidentifikasi dalam perbandingan sumber-sumber serta menggabungkan temuan-temuan.
Selain cara berpikir kritis, pembaca kritis juga memiliki beberapa syarat dalam membaca. Kisyani Laksono memberikan beberapa persyaratan pokok dalam membaca kritis, yakni: Pengetahuan tentang bidang ilmu yang disajikan dalam bahan yang sedang dibaca. Sikap bertanya dan sikap menilai yang tidak tergesa-gesa. Penerapan berbagai metode analisis yang logis atau penelitian alamiah. Tindakan yang diambil berdasarkan analisis atau pemikiran tersebut.”[20]
Sewaktu melakukan membaca kritis, pembaca harus memiliki pengetahuan tentang bidang ilmu yang akan dibacanya. Hal ini bertujuan agar pembaca dapat membandingkan gagasan yang dimiliki penulis dengan apa yang diketahui pembaca. Pembaca juga harus mampu menganalisis dengan hemat dan akurat bacaan yang dibacanya tanpa tergesa-gesa mengevaluasi apa yang dibaca.
Pembaca yang dapat memenuhi persyaratan yang telah dikemukakan di atas, maka akan mendapatkan beberapa manfaat penting sebagai berikut:
“1. Pemahaman yang mendalam dan keterlibatan yang padu      sebagai hasil usaha menganalisis sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan bacaan.
 2. Kemampuan mengingat yang lebih kuat sebagai hasil usaha untuk memahami berbagai hubungan yang ada dalam bahan bacaan itu sendiri dan hubungan antara bahan itu dengan bacaan lain atau dengan pengalaman membaca.
 3. Kepercayaan terhadap diri sendiri yang lebih mantap untuk memberikan penilaian secara kritis sehingga dapat pula memberikan dukungan terhadap berbagai pendapat tentang isi bacaan.”[21]

Sejalan dengan pendapat di atas, Pramila Ahuja juga mengemukakan ciri-ciri pembaca kritis sebagai berikut:
1.  “Dalam membaca kritis membaca sepenuhnya melibatkan kemampuan berpikir kritis.
2.  Hal-hal yang disampaikan pengarang tidak diterima begitu saja.
3.  Pembaca kritis merupakan usaha mencari kebenaran yang hakiki.
4.  Pembaca kritis selalu terlibat dengan permasalahan mengenai gagasan dalam bacaan.
5.  Pembaca kritis adalah mengelola bahan bacaan, bukan mengingat (menghafal).







[1] SMK Negeri 1 Padangsidimpuan, Daftar Kumpulan Nilai, Tahun Ajaran 2010/ 2011, (Padangsidimpuan: SMK Negeri 1 Padangsidimpuan, 2010/ 2011)
[2] Aleka, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 74
[3] Ermanto, Keterampilan Membaca Cerdas, (Padang: UNP Press, 2008), hal. 18
[4] H.G. Tarigan, Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2008) hal.7
[5] D.P. Tampubolon, Kemampuan Membaca: Tehnik Membaca Efektif danEfisien, (Bandung: Angkasa, 2008), hal. 161
[6] Ermanto, op.cit., hal. 19
[7] Kholid Harras, Membaca I, ( Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal. 1.3
[8] D.P. Tampubolon, op. cit., hal. I63
[9] H.G. Tarigan, op.cit., hal. 10
[10] Ermanto, op.cit,. hal. 20
[11] Kisyani Laksono, Membaca 2, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008) hal. 5.4
[12] Prastiti, Meningkatkan Kemampuan Membaca dengan Pembelajaran Membaca Kritis di Kelas Tinggi SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001) hal. 1.3
[13] Ibid, hal 1.4
[14] A. Chaedar Alwasilah, Pokoknya Menulis, (Bandung: PT. Kiblat Buku Utama, 2008) hal.16
[15] H.G. Tarigan, op.cit., hal. 89
[16] Nurhadi, Bagaimanakah Meningkatkan Kemampuan Membaca?, (Bandung: penerbit Sinar Baru Algensindo, 2005) hal.59
[17] Pramila Ahuja, Membaca Secara Efektif dan Efisien, (Bandung: PT Kiblat Buku Utama, 2010) hal. 166.
[18] Syamsuddin dan Vis Maia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 12
[19] A.Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) hal. 158
[20] Kisyani Laksono, op.cit. hal 5.5
[21] Ibid, hal. 5.6      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar